Qadiim, Daaim, dan Iradah Termasuk Diantara Sifat Allah

Allah Memiliki Sifat Qadiim, Daaim, dan Iradah

23rd November 2018
Fikri

Artikel ini adalah bagian dari seri Ringkasan Kajian Kitab Aqidah Ath-Thahawiyah Karangan Imam Ath-Thahawi Syarah Syaikh ‘Abdurrahman Al-Baraak

Allah dahulu tanpa permulaan, dan Dia kekal tanpa ada akhir, dan Dia tidak fana dan Dia tidak binasa

Imam Ath-Thahawi berkata dalam Aqidah Ath-Thahawiyyah

قديم بلا ابتداء, دائم بلا انتهاء, لا يفنى ولا يَبِيْد

Artinya, “Allah dahulu tanpa permulaan, dan Dia kekal tanpa ada akhir, dan Dia tidak fana dan Dia tidak binasa

Kata (القديم ) dalam bahasa arab adalah lawan dari (الحديث). Syaikh Albani berkata: Qadiim adalah sebutan untuk sesuatu yang baru, yang mana sebelumnya sesuatu telah ada. Jika sesuatu itu tidak ada sebelumnya kemudian dia ada, maka tidak disebut dengan qadiim.

Allah ta’ala berfirman,

وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ

Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.” (Q.S Yaasiin : 39)

, أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمُ الْأَقْدَمُونَ , قَالَ أَفَرَأَيْتُمْ مَا كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ ,

Ibrahim berkata: “Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah [75], kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu? [76]” (Q.S Asy-Syu’ara’ : 75-76)

Qadiim digunakan sebagai pengkhabaran sifat Allah. Adapun Qadiim terbagi menjadi dua, yaitu Taqaddum Nisbiy dan Taqaddum Mutlaq.

Taqaddum Nisbiy ditujukan kepada makhluk, karena sifat ada mereka sebagiannya mendahului sebagian yang lain. Seperti manusia yang awalnya berbentuk sperma sebelum kemudian terbentuk wujudnya.

Taqaddum Mutlaq ditujukan kepada Allah, karena Dia ada tanpa ada permulaan.

Namun Qadiim ini hanya termasuk sifat Allah dan tidak termasuk ke dalam nama-Nya. Tidak boleh kita mengatakan “Yaa Qaadiim” atau “Yaa Subhaanal Qadiim”, karena tidak pengkhususan nama dalam hal ini. Nama-nama Allah bersifat tauqify dan perlu dalil.

Adapun penyebutan Qadiim dan Daaim bagi Allah tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Akan tetapi Allah menyebutkan: Al-Awwal wal Aakhir, seperti firman Allah taala,

هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” . (Q.S Al-Hadiid : 3)

Perkataan Imam Ath-Thahawi “dan Dia tidak fana dan Dia tidak binasa” merupakan penguat perkataan beliau sebelumnya, yaitu “dan Dia kekal tanpa ada akhir”.

Sebagaimana kaidah Ahlus Sunnah dalam mensifat sifat Allah yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu ketika Allah mensifatkan diri-Nya dengan menafikan hal-hal yang menunjukkan kelemahan/kekurangan, maka itu berarti Allah menetapkan kebalikan sifat itu dengan kesempurnaan-Nya

Tidak terjadi sesuatu apapun kecuali apa yang Allah kehendaki

Kemudian Imam Ath-Thahawi berkata,

ولا يكون الا ما يريد

Artinya, “Tidak terjadi sesuatu apapun kecuali apa yang Dia kehendaki

Ini menunjukkan sifat iradah (kehendak) Allah. Allah berfirman,

فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ

Mahakuasa berbuat apa yang Dia kehendaki” (Q.S Al-Buruuj : 16)

Allah berbuat sesuai dengan yang Dia kehendaki. Dialah pencipta segala sesuatu, dan jika Allah menginginkan terjadi sesuatu, maka hal itu pasti terjadi.

إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “kun (jadilah)”, maka jadilah ia.” (Q.S An-Nahl : 40)

Iradah Allah terbagi atas dua, yaitu Iradah Kauniyyah dan Iradah Syar’iyyah.

Iradah kauniyah adalah kehendak Allah yang pasti terjadi. Iradah kauniyah meliputi semuanya, tidak ada yang keluar dari kehendak Allah, baik yang dicintai-Nya maupun yang dibenci-Nya.

Iradah Syar’iyyah adalah kehendak Allah yang belum tentu terjadi. Iradah Syar’iyyah hanya meliputi hal yang dicintai Allah saja. Contoh Iradah Syar’iyyah adalah hidayah yang Allah berikan kepada seorang hamba, tapi diterima atau ditolaknya hidayah tersebut tergantung kepada hamba-Nya itu. Allah berfirman,

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Q.S Al-Baqarah : 185)

Kedua Iradah ini tidak akan bisa terjadi kecuali tanpa izin Allah, Allah berfirman,

مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا, قَائِمَةً عَلَىٰ أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ

Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah” (Q.S Al-Hasyr : 5)

Wallahu ta’ala a’lam

Masjid at-Taubah Prona, 11 November 2018 / 3 Rabi’ul Awwal 1440 H
Diperiksa Oleh: Ustadz Abu Muhammad Julham Efendi hafidzahullah ta’ala