Artikel ini adalah bagian dari seri Ringkasan Kajian Kitab Aqidah Ath-Thahawiyah Karangan Imam Ath-Thahawi Syarah Syaikh ‘Abdurrahman Al-Baraak.
Tidak Ada yang Sama Seperti Dia (Allah)
Melanjutkan perkataan Imam Ath-Thahawi dalam Aqidah Ath-Thahawiyah, beliau berkata
ولا شيء مثله
Artinya: “Tidak ada yang sama seperti Dia (Allah)”
Ini adalah kalimat yang menunjukkan penafian bahwa ada yang semisal dengan Allah. Dalil dari hal ini adalah,
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia” (Q.S Asy-Syura : 11)
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia” (Q.S Al-Ikhlas : 4)
فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا
“Karena itu janganlan kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah” (Q.S Al-Baqarah : 22)
Karena tidak ada yang sama seperti Allah, tidak boleh kita mengadakan tandingan bagi Allah, dan tidak boleh kita samakan sifat Allah dengan sifat makhluk. Ketika seorang mukmin mengimani Allah, maka diwajibkan padanya untuk mengimani kesempurnaan Allah, bahwa tidak ada yang semisal dengan-Nya, tidak boleh mensifatkan Allah seperti makhluk-Nya, dan tidak boleh pula menafikan sifat Allah.
Di antara firqah-firqah sesat yang keliru dalam menetapkan sifat Allah adalah Mu’aththilah dan Musyabbihah. Mu’aththilah, mereka menolak seluruh sifat Allah, sedangkan Musyabbihah, mereka menerima sifat Allah namun mereka samakan sifat Allah dengan sifat makhluk.
Ahlussunnah (dalam menetapkan sifat Allah), mereka berada ditengah dua firqah ini. Ahlussunnah meyakini bahwa Allah memiliki sifat, namun sifat-sifat Allah tidaklah sama dengan sifat makhluk-Nya.
Kemudian kelompok dari kalangan jahmiyah dan mu’tazilah yang mereka menafikan sifat Allah. Pada awalnya, mereka meyakini bahwa Allah tidaklah sama dengan makhluk-Nya. Mereka ingin mensucikan Allah dari tasbih (penyerupaan), namun dikarenakan tidak mengikuti manhaj salaf dalam memahami sifat Allah, akhirnya mereka terjatuh ke dalam bid’ah yang lain, yaitu menolak sifat2 Allah
Ahlussunnah telah membantah mereka. Jika mereka berhujjah untuk menafikan sifat Allah dengan mengatakan bahwa Allah tidaklah sama dengan makhluk-Nya, maka cukuplah ini sebagai dalil bagi mereka Allah punya sifat.
Allah berfirman,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia yang Maha Mendengar, Maha Melihat” (Q.S Asy-Syura : 11)
Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat, ini adalah sifat Allah.
Dan untuk firqah yang menyamakan sifat Allah, Ahlussunnah pun telah membantah mereka. Allah berfirman
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ
“Dan bertakwalah kepada Allah yang Hidup, yang tidak mati” (Q.S Al-Furqan : 58)
Dalil ini menunjukkan Allah bersifat hidup.
يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ
“Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup” (Q.S Ar-Rum : 19)
Dalil ini menunjukkan bahwa makhluk bersifat hidup pula.
Namun apakah sama sifat hidupnya Allah dengan sifat hidupnya makhluk? Tidaklah sama hidupnya Allah dengan hidupnya makhluk. Allah memiliki sifat hidup dengan kesempurnaan-Nya. Dia tidak mati, tidak mengantuk dan tidak tidur. Berbeda dengan hidup makhluk yang penuh dengan kekurangan.
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ
“Dan bertakwalah kepada Allah yang Hidup, yang tidak mati” (Q.S Al-Furqan : 58)
لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ
“(Dia) tidak mengantuk dan tidak tidur” (Q.S Al-Baqarah : 255)
Tidak ada yang Melemahkan-Nya
Kemudian Imam Ath-Thahawi berkata,
ولا شيء يعجزه
Yang artinya “Tidak ada yang melemahkan-Nya”
Ini adalah penafian dari sifat Allah yang Maha Kuat. Allah berfirman,
أَوَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَكَانُوا أَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً ۚ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعْجِزَهُ مِنْ شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ ۚ إِنَّهُ كَانَ عَلِيمًا قَدِيرًا
“Dan tidaklah mereka bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul), padahal orang-orang itu lebih besar kekuatannya dari mereka? Dan tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa” (Q.S Fathir : 44)
وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوبٍ
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, dan Kami tidak merasa letih sedikitpun.” (Q.S Qaf : 38)
Kaidah Ahlussunnah dalam hal ini adalah, ketika Allah mensifatkan diri-Nya dengan menafikan hal-hal yang menunjukkan kelemahan/kekurangan, maka itu berarti Allah menetapkan kebalikan sifat itu dengan kesempurnaan-Nya.
Jika Allah mensifatkan dirinya dengan tidak lemah, maka Allah bersifat Maha Kuasa
Jika Allah mensifatkan dirinya dengan tidak jahil, maka Allah bersifat maha Mengetahui
Tidak Ada Ilah (Sembahan) Selain Allah
Kemudian Imam Ath-Thahawi berkata,
ولا إله غيره
Yang artinya, “Dan tidak adalah ilah (sembahan) selain Allah”
Dan ini adalah kalimat tauhid (Laa ilaaha illallah). Allah berfirman,
لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي
“Tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku” (Q.S Thahaa : 14)
لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ
“(Yunus berkata) Tidak ada tuhan selain Engkau” (Q.S Al-’Anbiya’ : 87)
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ
“Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia” (Q.S Ali-Imran : 18)
Tidak mengapa bila seorang hamba ingin berzikir kepada Allah, dia menggnakan kata ganti dhamir sebagai pengganti kata Allah. Apabila seorang hamba ingin berzikir kepada Rabb-Nya, maka dia bisa mengatakan “Tidak ada tuhan selain Engkau”, atau “Tidak ada tuhan selain Allah”, atau “Tidak ada tuhan selain Dia”.
Ketika seorang hamba berzikir kepada Rabb-Nya, hendaklah dia menggunakan dzikir yang lengkap. Tidak seperti golongan Sufi yang hanya berzikir dengan mengatkan “Allah… Allah…” atau “Hu.. Hu.. (maksudnya dari kata هو)”. Maka ini adalah cara berzikir yang batil. Dari akal, bahasa, ataupun syariat hal ini adalah hal yang salah. Tidak ada zikir dan keimanan disini, dan tidak memberikan manfaat ketika dilakukan seorang hamba.
Dalam bahasa arab, kata (إله) memiliki wazan (فِعال) yang maknanya (مَفعول), artinya yang di-. Misalnya (كتاب) )tulisan) maknanya (مكتوب) (yang ditulis). Maka (إله) maknanya (مألوه) dari kata (أَله يأَلَه) yang maknanya (عبد) yang artinya menyembah.
Maka makna dari (لا إله إلا الله) adalah (لا معبودَ إلا الله) yang artinya “Tidak ada yang disembah selain Allah”. Namun makna ini kurang lengkap, yaitu masih kurang tauhid uluhiyahnya. Dan masih ada tuhan-tuhan lain yang disembah selain Allah. Seperti firman Allah dalam surah al-Kaafirun
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ , لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
“Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah” (Q.S Al-Kafirun : 1-2).
Maka makna yang sempurna dari (لا إله إلا الله) adalah (لا معبودَ بحق إلا الله) yang artinya “Tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah”
Wallahu ta’ala a’lam
Masjid at-Taubah Prona, 28 Oktober 2018 / 19 Safar 1440 H
Diperiksa Oleh: Ustadz Abu Muhammad Julham Efendi hafidzahullah ta’ala
0 Komentar