بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Agama Islam adalah agama yang penuh kelembutan, tidak tempramen dan tidak kasar. Islam terkenal dengan agama yang santun dan berakhlak mulia. Telah masyhur hadits Nabi shallallahu ‘alahi wasallam terdengar oleh kita. Beliau bersabda,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya No. 8595)
Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ۬
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qolam : 4)
Sehingga akhlak yang mulia dan agung, merupakan junjungan tertinggi yang harus dimiliki oleh setiap Muslim dan Muslimah. Dan akhlak yang mulia tidaklah dapat terealisasikan melainkan dengan adanya kelemah lembutan kepada sesama, mudah dalam bergaul dan bermuamalah serta tidak tempramen serta kasar terhadap sesama. Allah Ta’ala berfirman,
فَبِمَا رَحۡمَةٍ۬ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡہُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِى ٱلۡأَمۡرِۖ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu..” (QS. Ali Imron : 159)
Sehingga sifat keras dan kasar yang bukan pada tempatnya adalah suatu hal yang hendaknya dijauhi dan dihindari. Mengingat ini bukan cara yang diajarkan oleh agama Islam. Bahkan dalam berdebat atau dialog sekalipun agama kita melarang untuk berlaku keras dan kasar. Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعۡجِبُكَ قَوۡلُهُ ۥ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَيُشۡهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِى قَلۡبِهِۦ وَهُوَ أَلَدُّ ٱلۡخِصَامِ
“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah [atas kebenaran] isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras.” (QS. Al Baqoroh : 204)
Bahkan keras dalam berdebat termasuk di antara perkara kemunafikan yang harus dihindari. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا مَنْ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ
“Ada empat perkara, barangsiapa yang empat perkara tersebut ada pada dirinya maka dia menjadi orang munafik, dan apabila salah satu sifat dari empat perkara tersebut ada pada dirinya, maka pada dirinya terdapat satu sifat dari kemunafikan hingga dia meninggalkannya: orang yang apabila berbicara dia bohong, dan apabila dia berjanji maka dia mengingkari, apabila dia memusuhi maka dia melakukan kekejian (dengan melampaui batas), dan apabila dia mengadakan perjanjian maka dia yang mulai membatalkannya.”
(Hadits diriwayatkan oleh Bukhori No.2279, Ahmad No.6568, Abu Daud No.4068)
Ketika dia berdebat, maka ia akan berlaku kasar. Terlebih jika lawan debatnya mengunggulinya. Sehingga hal ini serupa dengan orang-orang munafiq. Tentunya yang seperti ini harus dijauhkan.
Dari ‘Aisyah radiyalllah ‘anha Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ
“Sesungguhnya orang yang paling dimurkai Allah adalah orang paling keras (gemar) dalam berbantah-bantahan.”
(Hadits diriwayatkan oleh Bukhori No.2277, Muslim No.4821 dan An Nasa’i No.5328)
Oleh karena itu, jangan sampai ada pada kita karakter, watak, dan tabiat yang keras dan kasar. Terlebih kepada orang-orang terdekat yang kita cintai. Kepada istri dan anak-anak, yang hak mereka sejatinya bukan untuk menerima sifat kasar dan kerasnya tabi’at yang kita punya. Begitupun istri kepada suami dan anak-anaknya, dan anak-anak kepada kedua orang tuanya.
Kendati sebagian manusia memiliki watak yang kasar. Tentunya watak dan tabiat itu dapat dirubah secara perlahan. Dengan berjalannya waktu dan zaman disertai dengan do’a dan kesungguhan untuk merubahnya.
إِنَّما العلمُ بِالتَّعَلُّمِ ، و إِنَّما الحِلْمُ بِالتَّحَلُّم
“Sesungguhnya ilmu diperoleh dengan belajar, dan kelembutan diperoleh dengan berlatih untuk berlaku lembut.”
(Lihat Silsilah Al Ahaadits As Shahihah No.342)
Wallahul muwaffiq.
Zia Abdurrofi
Depok, 19 Rajab 1445H / 31 Januari 2024
0 Komentar