Apa Yang Kau Jadikan Pondasi?

Apa Yang Kau Jadikan Pondasi?

1st Mei 2020
admin

Berikut ini adalah ringkasan Kajian Ilmiah Apa Yang Kau Jadikan Pondasi? oleh Ustadz Ali Nur, Lc Hafidzahullah. Insya allah tulisan ini akan terbit berkala. Artikel ini di tulis dalam rangka Menjaga Akidah Kita Di Masa Pandemi Covid-19 atau disebut juga Corona.

Kita seluruhnya sudah memahami dan mengetahui bahwasanya saya, anda, mereka, dan seluruh yang ada di alam ini merupakan ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan sesuatu, pastilah untuk suatu hikmah dan suatu tujuan. Suka atau tidak suka pasti ada hikmah dan tujuan Allah Subhanahu wa Ta’ala dibalik itu semua. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

“Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Rabb kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci engkau ya Allah, lindungilah kami dari azab neraka.’”(QS. Ali Imran : 191)

Artinya Engkau tidak menciptakan semua ini sia-sia, pasti ada hikmah dan tujuannya.

Ini adalah pernyataan seorang yang merenungi ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang yang mau berpikir tentang ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia akan menyimpulkan satu hal bahwasanya dibalik ini semua ada satu kekuatan yang sangat luar biasa yang menciptakan ini semua, Dia adalah Dzat Yang Maha Esa yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah yang menciptakan planet, matahari, bulan, bumi, makhluk, manusia, jin, malaikat, hewan dan lain-lainnya. Dan itu pasti untuk suatu hikmah yang luar biasa yang terkadang kita bisa memahaminya dan terkadang kita tidak tahu juga untuk apa.

Semua ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala itu mengarah pada satu titik yaitu mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam Al-Qur’an,

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ ۚ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ  

“Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. (QS. Al-Israa’ : 44)

Inilah alam, Allah ciptakan untuk satu tujuan. Manusia dan jin juga termasuk diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk suatu tujuan, apa itu ? Allah menyebutkan dalam surah Adz-Dzariyat ayat 56,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidak aku ciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat : 56)

Kalau anda merasa sebagai seorang manusia maka Allah menciptakan anda bukan untuk berfoya-foya, bukan untuk bersenang-senang tapi untuk beribadah, mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, ingat itu. Kalau anda tidak mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala maka anda telah melanggar konstitusi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Wahai umat manusia dimanapun anda berada, ingatlah anda diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Menyembah kepada Allah artinya hanya mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau ada manusia yang menyembah Allah tapi dia juga menyembah yang lain maka dia telah melanggar ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala ini.

Perlu kita ketahui bahwasanya ketika Allah menyatakan,

“Tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.”

Mungkin ada yang bertanya, “Emangnya Allah butuh untuk kita sembah? Allah sangat perlu kita sembah? Jawabannya hanya satu, TIDAK !! Allah tidak butuh kita sembah, tidak butuh dengan ketaatan kita, tidak butuh dengan kebaikan kita. Karena sesungguhnya kita mentauhidkan Allah, taat kepada Allah, melaksanakan perintah Allah, menjauhi larangan Allah, sesungguhnya itu semua maslahatnya, kepentingannya, dan keuntungannya kembali kepada diri kita masing-masing, bukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mari kita lihat sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abi Dzar –radhiyallahu ‘anhu-, dari Nabi ﷺ, sebagaimana yang diriwayatkan dari Rabbnya, bahwa Allah berfirman,

عَنْ أَبِى ذَرٍّ الغِفَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَفِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ: يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا

“Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas DiriKu dan Aku menjadikannya diharamkan di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzhalimi..”

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah menzhalimi hamba Nya. Allah turunkan azab kepada suatu kaum bukan karena zhalim kepada mereka, akan tetapi mereka yang telah mengundang azab tersebut. Bukankah setiap maksiat yang kita lakukan itu akan mengundang azab dan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala ? Allah sayang kepada hambaNya dengan sayang yang luar biasa bahkan melebihi sayangnya seorang ibu kepada anaknya.

Kemudian sambungan dari hadits qudsi diatas,

يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِى أَهْدِكُمْ

“Wahai hamba-hambaKu, setiap kalian tersesat, kecuali siapa yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepadaKu, niscaya Aku memberi petunjuk kepada kalian.”

Makanya antum yang sudah kenal dakwah, yang sudah mengetahui tauhid, yang sudah berada di atas sunnah Rasulullah ﷺ hendaklah istiqomah karena tidak semua orang yang mendapatkannya. Sangat pentingnya hidayah sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan kita untuk berdo’a di setiap raka’at yaitu di dalam salah satu ayat dalam surat Al-Fatihah,

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus.”

Oleh karena itu kalau ada seorang yang sudah mendapatkan hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian dia merasa mendapatkan hidayah itu karena upaya dia sehingga dia katakan bahwa wajarlah kalau dia diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala hidayah maka ini belum tentu. Allah memberikan hidayah kepada siapa saja yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki.

Masih dari sambungan hadits qudsi diatas,

يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِى أُطْعِمْكُمْ

“Wahai hamba-hambaKu, setiap kalian adalah lapar, kecuali siapa yang Aku beri makan, maka mintalah makan kepadaKu, niscaya Aku memberi kalian makan.

Kita sebagai seorang hamba sering lupa untuk minta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah katakan, “Minta”, apa susahnya minta ? Tinggal minta, Allah akan beri kita makan.

يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِى أَكْسُكُمْ

“Wahai hamba-hambaKu, setiap kalian adalah telanjang, kecuali siapa yang Aku beri pakaian, maka mintalah pakaian kepadaKu, niscaya Aku beri kalian pakaian..”

Tidak ada seorang pun yang di antara kita lahir dalam keadaan berpakaian. Semuanya lahir dalam keadaan telanjang, tidak berpakaian walaupun hanya sehelai benang pun. Lantas, kita yang sedang berpakaian ini, Masya Allah, siapa yang memberi pakaian tersebut ? Mengapa kita sekarang berpakaian ? Semua itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan dikarenakan kasih sayang Allah kepada kita. Banyak orang-orang yang tidak berpakaian, sedangkan kita Alhamdulillah punya pakaian bagus sehingga kita harus mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِى أَغْفِرْ لَكُمْ

“Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian melakukan kesalahan pada malam dan siang, sedangkan Aku mengampuni dosa-dosa semuanya, maka mintalah ampunan kepadaKu, niscaya Aku mengampuni kalian..”

Seandainya Allah Subhanahu wa Ta’ala marah kepada kita, sungguh sudah layak kita dimarahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seandainya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak Maha Penyayang, Maha Pengampun, entah apa jadinya kita ini. Allah sudah ingatkan bahwa kita itu selalu berbuat kesalahan, siang malam, tapi Allah terus beri ampunan. Allah tidak pernah bosan mengampuni kita.

يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضَرِّى فَتَضُرُّونِى وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِى فَتَنْفَعُونِى

“Wahai hamba-hambaKu, kalian tidak akan mencapai kemudaratanKu sehingga kalian dapat memberikan mudarat kepadaKu, dan kalian tidak akan mencapai kemanfaatanKu sehingga kalian dapat memberi manfaat kepadaKu..”

Kita tidak akan bisa memberi mudarat dan memberi manfaat kepada Allah karena Allah tidak butuh dengan kita.

يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا

“Wahai hamba-hambaKu, sekiranya orang-orang terdahulu dan kemudian, manusia dan jin, semuanya setakwa hati orang yang paling bertakwa di antara kalian, maka itu tidak akan menambah sedikit pun pada kekuasaanKu..”

Artinya kalau manusia dan jin seluruhnya punya hati seperti hati Rasulullah ﷺ itu takkan menambah kerajaan Allah sedikitpun. Tidak ada sedikitpun untungnya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا

“Wahai hamba-hambaKu, sekiranya orang-orang terdahulu dan kemudian, manusia dan jin, semuanya sejahat hati orang yang paling jahat di antara kalian, maka itu tidak mengurangi sedikit pun pada kekuasaanKu.”

Artinya kalau pun manusia dan jin seluruhnya punya hati seperti hati yang paling buruk di antara kalian, misalnya Fir’aun maka itu tidak akan mengurangi sedikitpun kerajaanKu.

يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِى فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِى إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ

“Wahai hamba-hambaKu, sekiranya orang-orang terdahulu dan kemudian, manusia dan jin, semuanya berdiri di satu tempat lantas memohon kepadaKu, lalu Aku mengabulkan apa yang terdapat di sisiKu, kecuali sebagaimana yang  dikurangi oleh jarum ketika dimasukkan dalam lautan..”

Coba kita bandingkan, kita ambil jarum lalu kita celupkan di lautan kemudian kita angkat. Maka jarum itu basah dan berkuranglah air laut, akan tetapi seberapalah berkurangnya? Jadi, minta lah kepada Allah dan jangan sombong kepadaNya.

يَا عِبَادِى إِنَّمَا هِىَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ

“Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya itu hanyalah amalan-amalan kalian yang Aku perhitungkan untuk kalian, kemudian Aku akan menyempurnakan (pahalanya) bagi kalian. Oleh karenanya, barangsiapa yang mendapatkan kebaikan, hendaklah dia memuji Allah dan barang siapa yang mendapatkan selain itu, janganlah dia mencela kecuali kepada dirinya sendiri.” (HR. Muslim)

Jadi, dari awal sampai akhir Allah mengatakan minta kepadaKu menunjukkan bahwa kita itu tidak ada apa-apanya. Kita yang tadinya telanjang, kita yang tadinya tidak makan, kita yang tadinya tidak dapat hidayah, kita yang selalu berbuat salah, lalu Allah berikan hidayah, pakaian, makanan, diampuni kesalahan kita dan seharusnya yang kita lakukan adalah mentauhidkan Allah. Kalau kita sudah mentauhidkan Allah, menaati segala perintah Allah, menjauhi larangan Allah, itu semua juga Allah catat lalu semua kembali kepada kita maslahat dan manfaatnya. Yang berbuat baik Allah sediakan surga, yang berbuat buruk maka neraka mengancamnya. Jadi sedikitpun Allah gak butuh dengan kita. Oleh karena itu, seseorang yang mau mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dia harus berbuat, bersikap, dan berkeyakinan berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an.

Al-Qur’an itu seluruh isinya adalah tauhid. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Az-Zumar ayat 1 dan 2,

 تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ

“Kitab (Al-Qur’an) ini diturunkan dari Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (wahai Rasul) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepadaNya.” (QS. Az-Zumar : 1-2)

Kitab ini membimbing kita untuk mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kalau kita perhatikan Al-Qur’an yang seluruh isinya tauhid, kita bisa jabarkan dengan beberapa penjabaran :

  1. Al-Qur’an itu isinya terkait dengan nama dan sifat serta perbuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di antara nama Allah seperti Ar-Rahman, Ar-Rahim, Al-Quddus, Al-Malik, dan lain-lainnya. Di antara sifat Allah seperti cinta, ridho, marah, dan lain-lainnya. Nama dan Sifat ini harus kita tetapkan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, begitu pula dengan perbuatan Allah di mana Allah menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberikan rezeki dan lain-lainnya. Semua ini disebut dengan Tauhid Al-‘Ilmi wal Khobari, artinya tauhid yang terkait dengan berita tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang nama, sifat, dan perbuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita tidak boleh memberikan nama Allah dan menyebutkan sifat Allah kecuali nama dan sifat tersebut telah Allah sebutkan dalam Al-Qur’an dan Rasulullah ﷺ sebutkan dalam haditsnya. Allah adalah Dzat yang ghaib yang kita tidak bisa berbicara tentang hal ghaib kecuali yang diberitakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah ﷺ maka ini bukan termasuk ke dalam ranah ijtihad.
  2. Dakwah (mengajak) dalam Al-Qur’an maksudnya ialah mengajak orang untuk mentauhidkan Allah semata dan menafikan seluruh sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini disebut dengan tauhidu al-tholab wa al-qosd. Ini yang dituntut dari kita.

Di dalam Al-Qur’an banyak sekali kisah para nabi dan rasul. Seluruhnya mengajak kepada tauhid dan menjauhkan dari kesyirikan sebagaimana Allah berfirman,

 وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku (QS. Al-Anbiya : 25)

Lihat lagi,

 لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِۦ فَقَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥٓ

Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. (QS. Al-A’raf : 59)

Demikian juga Allah menjelaskan tentang Nabi Sholeh,

وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۗ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Ia berkata: Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya’” (QS. Al-A’raf : 73)

Allah juga menyebutkan tentang Nabi Syu’aib,

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ

“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata: Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan (yang haq) bagimu selain-Nya.’” (QS. Al-A’raf : 85)

Oleh karena itu, semua dakwah Rasul menuju pada satu titik, yaitu untuk menegakkan kalimat tauhid dan memberantas seluruh kesyirikan.

 

  1. Perintah dan larangan yang disebutkan di dalam Al-Qur’an merupakan penyempurna tauhid. Ketika kita mengetahui dan meyakini bahwa Allah sayang kepada kita, maka ketika Allah melarang kita dari sesuatu, itu pasti karena sesuatu tersebut mudharat untuk diri kita. Ketika Allah perintahkan sesuatu pula, itu pasti bermanfaat untuk diri kita. Oleh karenanya, perintah dan larangan merupakan penyempurna tauhid.

 

  1. Al-Qur’an mengabarkan tentang wali-wali Allah dan ganjaran yang mereka terima di dunia dan juga di akhirat karena mereka telah mentauhidkan Allah seperti yang dilakukan oleh para Nabi dan Rasul.

 

  1. Al-Qur’an juga mengabarkan tentang orang-orang yang menyekutukan Allah dan akibat yang mereka terima di dunia dan juga di akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) dipersekutukanNya Dia (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa-dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa : 48)

Dan masih banyak lagi kisah bagaimana kaum-kaum yang menyekutukan Allah, Allah timpahkan azab kepada mereka dan Allah binasakan mereka. Termasuk wabah pada saat ini merupakan ulah manusia sebagaimana dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda,

لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوْا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيْهِمْ الطَّاعُوْنُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ قَدْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِيْنَ مَضَو

“Tidaklah nampak perbuatan keji (zina) di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.”

Oleh karena itu tidak ada daya upaya kita kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka kembalilah kepada Allah, karena sesungguhnya hanya Allah yang bisa mengangkat wabah ini.

Artikel ini bersambung ke Buah Manis Bertauhid.

Penulis