بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
#Fawaid 1
AGAMA HADIR UNTUK KEMASLAHATAN DAN MENGHILANGKAN KEMUDHOROTAN
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin (wafat th. 1421) pernah berkata :
فما من شيء أمر الله به رسوله صلى الله عليه وسلم إلا والمصلحة في وجوده ومن من شيء نهى الله عنه ورسوله إلا والمصلحة في عدمه.
“Tidak ada satupun perkara yang Allah dan RasulNya perintahkan melainkan padanya terdapat kemaslahatan (kebaikan). Dan tidaklah ada satu perkara pun yang Allah dan RasulNya larang melainkan pada ketidak adaanya terdapat kemaslahatan.” ( Lihat Syarah Riyadusshalihin 3/533 – Karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin).
Syaikh juga pernah menuliskan dalam bait sya’irnya,
الدين جاء لسعادة البشر ….. ولانتفاء شر عنهم والضرر
فكل أمر نافع قد شرعه ….. وكل ما يضرنا قد منعه
“Agama hadir untuk kebahagiaan manusia
dan menghilangkan dari mereka keburukan dan kemudhorotan.
Maka setiap perkara yang bermanfaat telah disyari’atkan
dan setiap yang memudhorotkan kita telah dilarang.”
Dari hal di atas maka dapat dipastikan segala hal yang membawa manfaat bagi kaum muslimin, maka agama Islam memperbolehkannya bahkan mewajibkannya. Jika perkara itu termasuk dari ibadah, maka agama Islam memerintahkan untuk hal itu dan jika bukan dari perkara ibadah, maka Islam memberikan kelonggaran dengan dimasukkannya perkara tersebut dalam perkara yang mubah.
– Sebagai contoh dalam perkara ibadah, Allah memerintahkan hambaNya untuk melaksanakan sholat, yang tentu manfaatnya kembali kepada hambaNya. Dengan sholat, seorang hamba mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan. Dengan sholat, hubungan seorang hamba dengan RabbNya semakin dekat. dan manfaat-manfaat yang lainnya.
– Sebagai contoh dalam perkara duniawi, di antara kendaraan yang dimudahkan di zaman sekarang adalah pesawat. Maka tentunya hal ini diperbolehkan walaupun tidak ada di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentunya karena hal ini adalah manfaat dan bisa menjadi sarana untuk kebaikan, begitupun hal ini bukan termasuk perkara ibadah.
Jika ada yang menyanggah dengan mengatakan, kalau Islam membolehkan hal yang bermanfaat mengapa Islam melarang riba ? padahal riba memberikan manfaat. Ada beberapa keuntungan di dalamnya. Jawabnya, riba tidaklah memberikan manfaat kecuali sedikit saja. Riba memberikan keuntungan untuk sepihak saja, tidak dengan pihak yang lain. Dan kemudhorotan riba lebih banyak dan berlipat-lipat. Kemudhorotannya meliputi dunia dan akhirat.
Sama halnya dengan judi dan khamr, Allah berfirman mengenai keduanya,
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ
“Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (QS. Al Baqoroh : 219)
Lihatlah! Kendati manfaat terdapat pada judi dan khamar, Allah mengharamkannya karena mudhorotnya jauh lebih besar dari pada manfaatnya.
Dari hal di atas pula kita mengetahui, bahwa agama Islam mencegah segala macam bentuk kemudhorotan. Baik sebelum terjadi (preventif) ataupun setelah terjadi (represif). Seperti halnya riba, agama kita melarang sebelum terjadinya riba dan sesudah terjadinya riba.
Maka segala macam kemudhorotan yang berpengaruh kepada agama, akal, badan, harta, baik itu sifatnya individual atau masyarakat, kesemuanya agama Islam telah melarangnya.
Kesimpulannya, dapat dipastikan segala apa yang Allah dan RasulNya perintahkan untuk melaksanakannya akan mendatangkan manfaat, kemaslahatan, kebaikan, ketenangan, ketentraman hati, pahala dan lain sebagainya. Ini merupakan buah dari ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Allah Ta’ala berfirman :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. An Nahl : 97)
Para ulama dalam menafsirkan ayat “Kehidupan yang baik” ada beberapa penafsiran. Di antaranya,
– Rizqi yang halal dan thoyyib
– Qona’ah
– Kebahagiaan
– Mengamalkan ketaatan dan hati yang lapang.
Dan kesemua tafsiran di atas benar dan terangkum dalam ayat di atas. Sebagaimana yang dikatakan Ibnu Katsir rahimahullah.
(Lihat Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al Qurthubi)
Sebaliknya, bagi mereka yang menerjang larangan Allah dan RasulNya, hatinya akan gusar, gundah gulanah dan tidak merasakan ketenangan. Ini merupakan akibat dari mengerjakan apa yang Allah dan Rasulnya larang. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
“Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”(QS. Thaha : 124)
Wallahu’alam
Zia Abdurrofi
Bogor, 12 Shafar 1445 – 29 Agustus 2023
————————
Referensi :
– Syarah Riyadush Shalihin – Karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
– Syarah Mandzumah Ushul Fiqh wa Qowa’iduhu – Karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
– Tafsir Ibnu Katsir
– Tafsir Al Qurthubi
0 Komentar